Terbaru - √ Sistem Tata Surya Luar Angkasa


Bagi siswa-siswi yang mengalami kesulitan memahami materi IPA perihal Sistem Tata Surya, berikut aku akan menguraikan materi perihal Sistem Tata Surya luar angkasa, yang terdiri dari Matahari dan Planet-Planet yang selalu berevolusi tanpa henti untuk mengelilingi Matahari, dan menjadi satu kesatuan membentuk Sistem Tata Surya, materi ini diambil dari berbagai sumber yang di rangkum menjadi satu untuk mempermudahkan kalian untuk memahaminya.


siswi yang mengalami kesulitan memahami materi IPA perihal  Terbaru -  √ Sistem Tata Surya Luar Angkasa


Pengertian Tata Surya


Tata Surya ialah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi, dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.


Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet penggalan dalam, sabuk asteroid, empat planet penggalan luar, dan di penggalan terluar ialah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di tempat terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar penggalan yang terluar.



Jarak Matahari dengan Planet


Berdasarkan jaraknya dari Matahari, kedelapan planet pada Sistem Tata Surya yakni :


  1. Merkurius (57,9 juta km), 

  2. Venus (108 juta km), 

  3. Bumi (150 juta km), 

  4. Mars (228 juta km), 

  5. Yupiter (779 juta km),

  6.  Saturnus (1.430 juta km), 

  7. Uranus (2.880 juta km), dan

  8.  Neptunus (4.500 juta km).


Sejak pertengahan 2020, ada lima objek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Orbit planet-planet kerdil, kecuali Ceres, berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet kerdil tersebut ialah Ceres (415 juta km. di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima), Pluto (5.906 juta km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kesembilan), Haumea (6.450 juta km), Makemake (6.850 juta km), dan Eris (10.100 juta km).


Asal – Usul Sistem Tata Surya


Banyak hipotesis perihal asal seruan Tata Surya telah dikemukakan para ahli, beberapa di antaranya adalah:
Pierre-Simon Laplace, pendukung Hipotesis Nebula
Gerard Kuiper, pendukung Hipotesis Kondensasi


1. Hipotesis Nebula


Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772) tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya mengakibatkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan risikonya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace beropini bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.


2. Hipotesis Planetisimal


Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal memberikan bahwa Tata Surya kita terbentuk tamat adanya bintang lain yang lewat cukup akrab dengan Matahari, pada masa awal pembentukan Matahari. Kedekatan tersebut menimbulkan terjadinya tonjolan pada permukaan Matahari, dan bersama proses internal Matahari, menarik materi berulang kali dari Matahari. Efek gravitasi bintang menimbulkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari Matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.


3. Hipotesis Pasang Surut Bintang


Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk sebab ialah mendekatnya bintang lain kepada Matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menimbulkan tertariknya sejumlah besar materi dari Matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.


4. Hipotesis Kondensasi


Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang berjulukan G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.


5. Hipotesis Bintang Kembar


Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.


6. Hipotesis Protoplanet


Teori ini dikemukakan oleh Carl Van Weizsaecker, G.P. Kuipper dan Subrahmanyan Chandarasekar. Menurut teori protoplanet, di sekitar matahari terdapat kabut gas yang membentuk gumpalan-gumpalan yang secara evolusi berangsur-angsur menjadi gumpalan padat. Gumpalan kabut gas tersebut dinamakan protoplanet.



Sejarah Penemuan Sistem Tata Surya


Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu sebab ialah mereka semua mampu dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini mempunyai nama sendiri untuk masing-masing planet.


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima era kemudian membawa insan untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya sanggup menjadikan mata insan “lebih tajam” dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.


Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat banyak sekali perubahan bentuk penampakan Venus, menyerupai Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akhir perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa Matahari ialah sentra alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris ialah Matahari dikelilingi oleh Merkurius sampai Saturnus.
Model heliosentris dalam manuskrip Copernicus.


Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain menyerupai Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.


Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan aturan gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya


Pada 1781, William Herschel (1738-1822) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.


Pada dikala Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada sesudah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang bahu-membahu sebab ialah ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.


Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper ialah penggalan dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).


Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan alasannya ialah Objek Sabuk Kuiper ini diketahui juga mempunyai satelit pada Januari 2020 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya ialah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, objek ini juga memiliki satelit.



Referensi : wikipedia.org




Sumber https://wirahadie.com

Belum ada Komentar untuk "Terbaru - √ Sistem Tata Surya Luar Angkasa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel